Bunga Yang Tercabut Paksa
By:JADINE GRACIELA CONG (Jadine)
Siswi Kelas VI SD Santo Fransiskus III
Suatu hari, hiduplah seorang gadis bernama Dewi. Ia yatim piatu sejak kecil, Sediri di dunia yang terasa begitu luas dan sunyi. Dalam kesendiriannya, Dewi tumbuh menjadi gadis yang tegar. Di usia muda ia sudah bekerja keras demi bertahan hidup, tanpa siapa pun sebagai tempat bersandar.
Beberapa tahun kemudian, Dewi menjadi suster di sebuah rumah sakit kecil terletak di pinggiran kota. Ia mencintai pekerjaannya sepenuh hati. Senyumnya yang lembut dan tutur katanya yang menenangkan membuat semua orang menyukainya. Di antara para pasiennya, ada satu yang paling ia sayangi. Namanya Ibu Sari, seorang wanita lanjut usia berumur 78 tahun yang tengah berjuang melawan kanker stadium akhir. Hubungan mereka bukan sekadar antara perawat dan pasien. Dewi telah menganggap ibu Sari sebagai keluarganya sendiri.
Di bawah cahaya senja yang lembut, Dewi datang menjenguk Ibu Sari di rumahnya. Ia duduk di sisi ranjang Ibu Sari. Jemarinya menggenggam tangan renta yang dingin dan rapuh. Dengan napas tersengal, Ibu Sari berbisik, seolah menitipkan pesan terakhir pada angin sore itu.
“Dewi... waktu Ibu sudah tak lama lagi. Tolong jaga dirimu baik-baik, teruskan pekerjaanmu, dan jangan pernah menyerah. Ibu ingin pergi dengan tenang. Terima kasih, Nak, karena kau telah menjadi keluarga bagi Ibu, keluarga yang paling berharga.”
Mata Dewi berkaca-kaca. Ia menahan tangis yang hampir pecah.
“Ibu... tolong jangan pergi dulu. Saya masih butuh seseorang seperti Ibu,” ujarnya lirih.
Ibu Sari tersenyum tipis.
“Takdir ditentukan oleh Tuhan, Anak. Belajarlah untuk mengikhlaskan...”
Kata-kata itu menjadi pesan terakhir yang tertanam dalam hati Dewi. Beberapa hari kemudian, ibu Sari menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan Dewi. Malam itu, Dewi menangis sejadi-jadinya ia merasa dunianya kembali runtuh. Sekali lagi, orang yang ia sayangi pergi meninggalkannya. Ia merasa seperti bunga yang masih kuncup namun sudah tercabut paksa dari tanahnya.
Belum sempat mekar tapi sudah kehilangan cahaya hidup.
Waktu pun berlalu, namun luka itu tak pernah benar-benar sembuh. Hingga suatu hari, Dewi mulai merasakan sesak di dadanya ia mengira hanya kelelahan namun setelah diperiksa, dokter menyampaikan kabar pahit. Penyakit paru-paru serius menggerogoti tubuhnya, hidupnya mungkin tidak akan lama lagi. Meskipun demikian Dewi tidak mengeluh. Ia tetap tersenyum tetap merawat pasien-pasiennya tetap menyebarkan kebaikan seperti cahaya kecil di ruangan yang gelap. Ia tahu bahwa waktunya terbatas, tetapi baginya, setiap hari adalah kesempatan untuk mencintai dunia sekali lagi dan sekali lagi.
Sampai akhirnya, pada suatu pagi yang hening senyum itu perlahan memudar. Suster Dewi berpulang dengan damai, meninggalkan kenangan tentang seorang bunga yang tercabut paksa namun sempat mengharumkan dunia dengan ketulusan dan kasihnya
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
“Jejak Persahabatan Andi dan Kilan”
Oleh:KEVIN GLENNICHOLAS BENEDICT SIMANJUNTAK (Kevin) (Siswa kelas VI SD St. Fransiskus III Jakarta) Di suatu desa yang tenang, diantara hijaunya pepohonan dan riuh tawa anak-a
Sebuah perpisahan
By:GOSYEN ZIO TIMOTY LAJANTO TJANDRA (Gosyen) Malam situasinya tenang penuh keheningan. Di bawah sinar rembulan yang lembut, Cristian dan Ifana berjalan beriringan di jalan k
Boneka Beruang, Sahabat Terbaikku
By:SYALOMITA EVANGELIS RONATIO PASARIBU (Shalom) (siswi kelas VI SD St.Fransiskus III Jakarta) Sore itu, mentari perlahan tenggelam di balik jendela rumah kecil milik keluarga
Kancing Ajaib Dan Pelajaran Kejujuran
By: ELORA ABIGAIL BUTAR BUTAR (Elora) Siswi Kelas VI SD Santo Fransiskus III Lia, siswi kelas enam yang cerdas dan rajin, memiliki sebuah kancing biru laut yang selalu ia simpan denga
Mengukir Masa Depan di Papan Tulis
By : MICHELLE GABRIELLA LIAUW ANN (Michelle) Siswi Kelas VI SD Santo Fransiskus III Di sebuah sekolah sederhana, di antara riuh tawa dan langkah terburu para siswa, ada seorang gadis
Langkah Kecil Menuju Mimpi Besar
By: GABRIELLE EIFFEL FRADYTHNASEARA SETIABUDI (Eiffel) Siswi Kelas VI SD Santo Fransiskus III Namanya Amira. Ia duduk di kelas 5 SD Mentari Pagi. Amira dikenal sebagai anak ya
BERUBAH SEBELUM TERLAMBAT
By: BRIGITTA RAISSA SAMANTHA GINTING (Brigita) (Brigita adalah siswi kelas VI SD St. Fransiskus III Jakarta) Setiap anak tentu ingin diakui dan disukai oleh teman-temannya. Namun tida
Si Bobi yang Keasikan Main HP
By : ELIZABETH ALVIONA (Eli) Siswi Kelas VI SD Santo Fransiskus III Setiap hari, Bobi tidak bisa lepas dari HP-nya. begitu bangun tidur, ia langsung mentap layer. Saat makan, HP-
SAYAP PERTAHANAN BANGSA
By: NOVA MARIA KRISTINA (Nova) Siswi Kelas VI SD Santo Fransiskus III Pangkalan udara adalah tempat yang paling suci bagi mereka yang bersumpah untuk melindungi bangsa dan neg
Kunang-Kunang di Malam Hari
By: LOUISA REGINA RAE SIAGIAN (Regina) (Siswi Kelas VI SD Fransiskus III) Di balik tembok tinggi di tengah hiruk pikuk kota Jakarta, hiduplah sebuah keluarga yang tampak sempu
